Artikel

Kolom: The Day After Tragedi Kanjuruhan, Suatu Hari tanpa Rasa takut ke Stadion


Dalam dua dekade catatan perjalanan jurnalistik saya sebagai wartawan olahraga, separohnya area peliputan saya adalah sepakbola Indonesia. Hal itu pula yang membuat saya bisa membuat list stadion-stadion yang pernah saya masuki di Indonesia.

Dibaca : 865

Kelas Sosial
Bukan rahasia lagi, kalau suporter di Indonesia kerap diidentikkan dengan sekumpulan orang dengan tingkat perekonomian menengah ke bawah, sebuah jumlah kelas sosial yang mendominasi di negara ini.

Mereka menjadikan sepak bola sebagai sarana melupakan kesusahan kehidupan. Mereka yang sudah sering kalah dalam kehidupan, menumpukkan harapan ke klub kesayangannya.

Lewat identitas klub mereka bisa merasakan kemenangan, hal yang mungkin mereka tak dapatkan dalam kehidupan. Keceriaan dalam sepak bola bisa melupakan sejenak masalah masing-masing pribadi.

Jangan heran mereka bisa begitu marahnya, saat tim kesayangan kalah. Hal terindah dalam kehidupan mereka tersakiti. Apa iya sepak bola maknanya begitu besar buat mereka? Realitanya seperti itu. Sepak bola bagi masyarakat Indonesia merupakan sebuah harapan.

Anda mungkin bisa mengolok-olok klub-klub dunia seperti Liverpool, Manchester United, AC Milan, Barcelona, Real Madrid, tanpa menderita konsekuensi. Perang fans di media sosial pun lebih kepada bersenang-senang.

Tapi jangan pernah bicara negatif tentang Persija, Persib, Persebaya, Arema dsb. di hadapan fans fanatisnya. Sekalipun satu komentar di media sosial, itu akan memunculkan keributan.

Entahlah, buat mereka klub adalah identitas yang sudah menyatu dengan kehidupan. Tak bisa dipandang remeh.

Tragedi Kanjuruhan
1 Oktober 2022, Tragedi Kanjuruhan seperti menyadarkan kita, ada bom waktu masalah di dunia sepakbola negeri ini. Persoalan Suporter memang tak pernah dianggap dan ditangani serius.

Terasa menyayat hati, lebih dari seratus orang meninggal dunia. Bahkan banyak di antara mereka bukan dari kalangan suporter kebanyakan, tapi anak kecil dan wanita.

Yang memilukan mereka bukan oknum-oknum suporter yang masuk ke lapangan meluapkan kekecewaan karena tim kesayangan kalah dari rival. Mayoritas mereka yang jadi korban adalah orang-orang yang duduk manis di area tribune.

Fans datang ke stadion dengan membayar, mereka konsumen yang semestinya dilindungi. Bukan objek eksploitasi dengan berlindung dibalik industri sepak bola. Tapi justru mereka menjadi korban sia-sia.

Halaman : 1 2 3 4 5 6

Baca Juga :

Berani Komen Itu Baik
To Top