Opini

Budaya Kampar, Elok Dijaga

Budaya Kampar, Elok Dijaga

Dibaca : 355

Kabupaten Kampar mempunyai sebuah sejarah yang cukup menarik. Pembagian wilayahnya pada zaman jajahan Belanda secara administratif, dilihat berdasarkan hukum adat. Terdapat beberapa kelompok regional Kabupaten Kampar, yaitu:

  1. Desa

Desa Swapraja meliputi beberapa daerah seperti Kunto Darussalam, Tambusai dan Kepenuhan, Rambah, dan Rokan.

  1. Kedemangan

Kedemangan Bangkinang membawahi daerah Kuok, Salo, Air Tiris, dan Batu Bersurat. Kedemangan Bangkinang menggunakan struktur daerah yang sama dengan Minangkabau yaitu koto, nagari, dan teratak.

  1. Desa Swapraja Bagian

Desa Swapraja bagian Pelalawan meliputi daerah Pangkalan Kuras, Bunut, Serapung dan Kuala Kampar.

  1. Desa Swapraja Bagian Sebapelan

Desa Swapraja ini meliputi daerah Gunung Sahilan, Kewedanan Kampar Kiri, Kuantan Singingi sampai Tapung Kiri dan Tapung Kanan, dan Kesultanan Siak.

Kabupaten Kampar sekarang berada di posisi ke-II di Provinsi Riau dengan infrastruktur pembangunan yang cukup baik. Menurut perspektif sejarah, Kabupaten Kampar termasuk ke dalam Luhak Lima Puluh Kota yang terdiri dari Bangkinang, Salo, Kuok, dan Air Tiris.

Kabupaten Kampar masih memegang struktur kebudayaan Minangkabau seperti lingkungan tempat tinggal masyarakat, dan kesenian. Dalam lingkungan

 

masyarakat terdapat koto, dusun, dan teratak, sedangkan bagian tradisi seperti ayi ayo onam, batobo. Adapun kesenian yang terdapat di Bangkinang seperti tari piring, randai, calempong, cong, badikiu, berzanzi, dan rebana. Tari piring dan randai merupakan kesenian yang berasal dari Minangkabau dan biasanya dilakukan ketika acara adat serta pernikahan.

Tari piring merupakan salah satu tarian yang berasal dari Minangkabau. Tarian ini dalam Bahasa Minangkabau disebut sebagai tari piriang dengan menjadikan piring sebagai media utama. Dahulu tari piring merupakan sebuah gerakan atau ritual sebagai ucapan rasa syukur terhadap para dewa setelah memperoleh hasil panen. Namun, setelah agama Islam telah masuk ke Minangkabau, maka tari piring tidak lagi digunakan dalam ritual ucapan rasa syukur terhadap para dewa, tapi dilaksanakan untuk hiburan masyarakat dan dalam sebuah acara seperti pernikahan.

Halaman : 1 2 3

Baca Juga :

Berani Komen Itu Baik
To Top