Artikel

Historia: Final Horor Italia 1938, Telegram “Menang atau Mati” dari Musolini

Italia juara Piala Dunia 1938. (foto: guardian)

Dibaca : 1.3K

Yang kedua adalah tekanan dari sang diktator berpaham fasis itu. Sampai-sampai Italia harus mengganti kostum kebanggaan biru putih dengan kostum serba hitam khas “Fascio”. Para pemain juga diwajibkan melakukan hormat ala fasis jelang kickoff.

Jalan Italia pun berjalan mulus di Piala Dunia Prancis melewati fase demi fase. Mereka menyingkirkan Norwegia 2-1, tuan rumah Prancis 3-1, serta Brasil 2-1 di semifinal. Akhirnya, di final Giuseppe Meazza dan kawan-kawan harus bertemu Hungaria yang sedang hebat-hebatnya di Eropa saat itu.

Disnilah horor final itu dimulai. Diktator Mussolini mengirim telegram berisi ancaman: “Vincere o morire!” yang artinya “Menang atau mati!”

Ancaman itulah yang mungkin membuat para pemain Italia mati-matian di final yang akhirnya mereka menangkan dengan skor 4-2. Lega, nyawa para pemuda Italia masih utuh melekat di badan sepulangnya ke Italia.

Walaupun usai laga final, kiper Hungaria Antal Szabo langsung “bernyanyi” Dia mengaku tak menyesal timnya kalah dari Italia di final Piala Dunia 1938,

“Saya mungkin membiarkan terjadinya empat gol ke gawang saya, namun setidaknya saya menyelamatkan nyawa mereka,” kenang Szabo sebagaimana dikutip Diane Bailey dalam Great Moments in World Cup History.

Tapi setelah Musolini meninggal, banyak sejarwan Italia yang meneliti, apakah benar tim Italia tampil disertai ancaman pertaruhan nyawa pada laga final di Stade Olympique de Colombes, Paris, 19 Juni 1938 itu?

“Beberapa orang menafsirkan bahwa pesan telegram itu tidak secara harfiah. Pesan ‘Menang atau Mati’ mungkin hanya sebagai ungkapan dengan cara ekstrem oleh Mussolini untuk menyatakan: ‘Lakukan yang terbaik!’,” lanjut Bailey.

Bertahun-tahun kemudian, bantahan juga datang dari Pietro Rava, salah satu punggawa Italia di Piala Dunia 1938. Dia menyanggah timnya mendapat telegram ancaman mati itu dari Mussolini.

“Tidak, tidak, tidak. Itu tidak benar. Dia (Mussolini) mengirim telegram hanya untuk mendoakan kami, bukan ancaman menang atau mati,” kata Rava kala diwawancara Simon Martin dari The Guardian pada 2001.

Halaman : 1 2 3

Baca Juga :

Berani Komen Itu Baik
To Top