Opini

Belajar Secara Daring

Dibaca : 811

Oleh : Rezki Rifai

Mahasiswa Magister Manajemen Unand

Pandemi Covid 19 seperti tiada akhir. Sampai hari ini sudah lebih 3 juta orang di Indonesia terpapar. Secara statistik ini memang belum mencapai 10 % dari total penduduk Indonesia yang pada tahun 2020 mencapai 270,20 juta jiwa berdasarkan hasil Sensus Penduduk oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Total yang meninggal sampai Juli 2020 adalah mencapai 90 ribu. Berarti sudah lebih dari 2 % dari yang terpapar Covid 19.

Maraknya penderita Covid 19 ini disinyalir karena varian Delta yang berasal dari India sudah masuk ke Indonesia.

Sebenarnya pemerintah telah mempercepat pemberian vaksinasi untuk mencegah serta mengendalikan penyebaran virus ini. Tetapi hingga bulan Juli ini total masyarakat yang sudah di vaksin masih dibawah angka 20 % dari total yang harus mendapatkan vaksin baik pertama maupun kedua. Ini memerlukan kerjasama semua pihak agar 80 % yang harus divaksin segera tercapai untuk mengejar herd immunity.

Akibat pandemi ini yang sudah berlangsung lebih dari setahun ini, semua sektor sangat terdampak. Semua memang terfokus ke penanganan Covid 19 ini. Hampir semua anggaran baik di pusat dan daerah dilakukan refocusing untuk menanggulangi pandemi ini. Sudah triliuan dana yang digunakan tetapi pandemi ini masih belum jelas kapan berakhirnya.

Dua generasi tahun 2020 dan tahun 2021 ini sekolah dan kuliah pun mengalami perubahan drastis. Selama pandemi boleh dibilang dua generasi ini lulus akibat pandemi. Belajar via zoom atau aplikasi online lainnya. Bagi anak – anak yang orang tuanya mempunyai kelebihan rezki mungkin tidak terlalu menjadi soal. Larena bisa menyiapkan gadget dan pket data yang unlimited.

Tetapi tidak bagi orang tua yang untuk membayar SPP bulanan anak mereka saja sulit. Bagaimana membeli gadget untuk makan saja mereka harus berfikir keras.

Penulis juga mengalami hal yang sama. Selain anak yang masih di sekolah dasar juga termasuk penulis sendiri yang saat ini mengambil Magister Majemen di Universitas Andalas. Perubahan drastis dalam proses belajar dan mengajar ini memang sulit sekali tetapi tetap harus dilaksanakan apapun alasan serta resikonya. Bagi anak – anak tentunya tidak terlalu sulit karena mayoritas mereka sudah memakai gadget untuk bermain game. Bagi penulis yang selama ini memakai gadget hanya untuk menelpon, sms serta whatsapp. Ini menjadi kesulitan tersendiri.

Belajar dan kuliah daring ini menjadi momok yang mau tidak mau kita harus cepat beradaptasi selain tentunya pekerjaan via WFH yang juga harus dilaksanakan oleh berbagai instansi dan perusahaan juga menuntut hal yang sama. Bagi anak – anak kalau diperhatikan, sehari dua hari masih semangat dalam mengikuti beberapa jam belajar daring ini. Selanjutnya muncul perasaan malas dan bosan karena dihadapan mereka hanya laptop atau handphone. Guru diseberang sana juga tentunya bosan karena dihadapannya juga gadget.

Kebosanan yang sama juga melanda penulis yang sudah 2 semester ini menempuh pendidikan S2 secara daring di Universitas Andalas. Pada awalnya melihat gadget yang selama 2,5 jam per mata kuliah membuat mata letih. Apalagi ada persyaratan wajib dari penyelenggara semua video mahasiswa harus dinyalakan supaya terpantau kehadiran dalam perkuliahan. Suatu hal yang agak naif karena Senin sampai Jumat kita sudah sepanjang hari memelototi komputer di kantor. Ditambah lagi Jumat malam dan Sabtu dari pagi hingga sore mengikuti perkuliahan. Sebuah ironi tetapi harus dilalui.

Hal yang positif dari daring ini adalah semua pihak dimanapun berada bisa mengikutinya dengan baik. Sepanjang ada paket data yang mumpuni tentunya. Sehingga selama 1 tahun lebih ini terjadi lonjakan biaya listrik karena WFH dan biaya paket data karena harus selalu menggunakan gadget utnuk kuliah dan bekerja.

Kita berharap, pandemi ini segera usai sehingga sekolah tatap muka bisa segera diadakan kembali. Generasi yang dihasilkan akibat pandemi ini akan kita lihat beberapa tahun yang akan datang. Karena selama setahun lebih tidak bersosialisasi, tidak mengadakan kegiatan secara bersama – bersama dan tidak banyak memliki teman tentunya. Sebuah keniscayaan di zaman modern yang seharusnya masyarakat bisa menikmati kebebasan yang hakiki tetapi ternyata sekarang berlaku kebalikannya.

Anak – anak mulai dari SD hingga SMA lebih akrab dengan gadgetnya daripada teman – temannya. Tidak ada class meeting, sebuah kegiatan yang biasanya diadakan sekolah sesaat setelah ujian akhir menjelang penerimaan rapor diganti dengan lomba Moblie Legend dan PUBG. Tidak adanya seminar yang menghadirkan pembicara top dan peserta dari berbagai kalangan. Semua tergantikan dengan webinar.

Tidak adanya festival band yang menghadirkan band band milenial dan penonton yang fanatik, diganti dengan festival band online. Tidak ada konser musik di GOR diganti dengan konser live di Youtube.

Terakhir mari kita berdoa kepada Allah SWT agar pandemi ini segera berakhir dan kita bisa bebas berkegiatan seperti dahulu walaupun dengan protokol kesehatan dan kebiasaan baru, sehingga kehidupan bisa berjalan kembali normal. Insyaa Allah.(*)


Baca Juga :

Berani Komen Itu Baik
To Top