Begitu mendarat, aura eksotisme itu kian besar saja, apalagi ketika tanah dipijak dan segala hal yang berada di atasnya dikenali, termasuk manusia-manusia yang menghuninya.
Tak banyak bangsa yang dikaruniai wilayah dan budaya sekaya dan seluas Indonesia. Sebaliknya, sedikit saja negara di dunia ini yang mengelola dengan begitu baik wilayah-wilayah yang tak hanya dipisahkan oleh laut dan teluk namun juga dibatasi adat istiadat dan budaya manusia yang bisa sangat berlain satu sama lain. Tapi dengan semua itu Indonesia lestari dan harmoni dalam bingkai sebuah negara.
Situasi ini terasa ironis jika dibandingkan dengan sebagian wilayah lain di dunia ini di mana beberapa negara hancur lebur atau kesulitan mempertahankan atau merawat eksistensinya karena terus dirongrong konflik, termasuk karena sektarianisme yang akut dan kerja yang tak pernah tuntas dalam mengharmonikan mayoritas dengan minoritas.
Indonesia tak seperti itu. Ini karena semua komponen masyarakat Indonesia berusaha terus mau mengenal satu sama lain sampai bisa memetik persamaan-persamaan yang membuat bangsa ini terus terikat dalam satu kesatuan.
Tapi itu semua mesti dirawat. Dan salah satu cara merawatnya adalah mendorong bangsa ini terus saling mengenal dengan saling mengunjungi dan saling berkomunikasi dengan meninggikan pluralisme, bukan primordialisme, meninggikan nasionalisme, bukan komunalisme, memuliakan persatuan dan kolektivisme, bukan sektarianisme dan kepartisanan.
Dengan cara seperti ini, kaum lebih sedikit merasa diayomi oleh kaum lebih banyak. Sebaliknya kaum lebih banyak merasa wajib meninggikan kaum lebih sedikit sehingga segala perbedaan pun lebih dilihat sebagai perekat untuk makin menyatu dan menjadi modal dalam menguatkan nasionalitas.
Namun begitu, jangan pernah menihilkan perbedaan, karena mengenali perbedaan malah bisa membantu mengidentifikasi kekurangan dan kekeliruan praktik bernegara yang pada akhirnya membuat negara selalu bisa menemukan cara dalam membuat bangsa ini makin menyatu hidup dalam harmoni.(*)