Budaya

Nasihat Angku Yus: Indahnya Surau Hilang sejak Orde Lama


Angku Yus Datuak Parpatih : Adat, Islam Dan Surau adalah satu jiwa yang tidak terpisah.

Angku Yus Datuak Parpatiah tengah saat mengisi materi tentang surau dalam program Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumatera Barat, Kamis (2/9)

Angku Yus Datuak Parpatiah tengah saat mengisi materi tentang surau dalam program Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumatera Barat, Kamis (2/9)

Dibaca : 1.3K

Prokabar.com, Agam – Pemuda Minangkabau sebelum orde lama dan orde baru masih merasakan indahnya surau.

Masa-masa itu adalah yang terakhir generasi Minangkabau mendapatkan pendidikan dari Ninik Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai.

Tokoh adat Minangkabau Angku Yus Datuak Parpatiah kembali bernostalgia saat memberikan materi implementasi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah bagi masyarakat Milenial.

Angku menyampaikan materi itu saat mengisi program Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat (BPNB) dengan tema menyapa Nagari 2021, Kamis (2/9).

“Di masa itu, Surau masih dapat kami rasakan dan nikamti. Kerasna pendidikan serta indahnya kebersamaan orang tua beserta Ninik Mamak, Alim Ulama, dan Cadiak Pandai,” cerita Angku Yus.

Pelantun Piataruah Ayah ini melanjutkan, di masa mudanya, Tigo Tungku Sajarangan ini melatih para pemuda untuk mandiri dan cerdas menjalani hidup.

Berbeda dengan sekarang, pemuda cengeng dan manja, perengek, meminta-minta, bahkan bermental pengemis dalam menjalani hidup.

Sikap pemuda yang seperti ini mulai sejak orde lama dan orde baru.

Tatanan kehidupan masyarakat kacau karena pemberontakan PRRI dan PKI.

Peran Surau hilang karena peran Tigo Tali Sapilin, Tungku Tigo Sajarangan sudah tak terlihat.

“Roh surau itu terletak pada Tigo Tali Sapilin, Tungku Tigo sajarangan, siapa mereka? mereka adalah Ninik Mamak, Alim Ulama, dan Cadiak Pandai,” ungkap Angku Yus.

“Ketika satu saja di antara mereka tidak berperan atau melenceng, hancur Minangkabau dalam suatu nagari,” lanjutnya.

Surau sebelum Order Lama

Pria yang juga seorang sastrawan ini kembali bercerita, di Surau, pengkaderan tongkat estafet berjalan secara baik dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Pemuda tak belajar secara formal, mereka belajar sendir dengan menelaah dan mencari secara mandiri.

Bahkan kepekaan berpikir pada eranya sangat kuat. Mencontoh, bersikap elok, serta berupa sopan santun.

“Nan baik budi, nan indah bahaso,” katanya lagi.

Di sini, lanjutnya, Tali Tigo Sapilin, Tungku Tigo Sajarangan itu saling menguatkan dan mengisi prinsip hidup masyarakat dengan pedoman Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.

Halaman : 1 2

Baca Juga :

Berani Komen Itu Baik
To Top