Bola

Yang Tersisa dari Tragedi Kanjuruhan: Seorang Ibu yang Kehilangan Suami dan Anak Balita 3,5 Tahun


Tragedi Kanjuruhan sudah tiga hari berlalu. Namun peristiwa memilukan yang menelan ratusan korban jiwa itu, masih menyisakan duka mendalam, terutama bagi keluarga para korban.

Dibaca : 674

Malang, prokabar – Tragedi Kanjuruhan sudah tiga hari berlalu. Namun peristiwa memilukan yang menelan ratusan korban jiwa itu, masih menyisakan duka mendalam, terutama bagi keluarga para korban.

1 Oktober 2022 akan selalu dicatat sebagai malam paling memilukan dalam sejarah sepak bola Indonesia. Sedikitnya 125 korban meninggal dunia dalam tragedi Kanjuruhan di pertandingan Arema FC vs Persebaya pada lanjutan Liga 1 2022.

Kesaksian dan ungkapan kepiluan dari tragedi itu satu persatu mulai bermunculan. Dua saksi tragedi Kanjuruhan menceritakan bagaimana situasi chaos yang terjadi di markas Arema FC pada malam mencekam itu.

Seperti kisah mengiris hati dialami oleh Evi Elmiati, seorang ibu yang kehilangan anak dan suaminya saat tragedi Kanjuruhan terjadi. Ia mengaku terpisah dari rombongan saat kisruh mulai terjadi selepas laga Arema FC versus Persebaya Surabaya.

“Saya bersama keluarga dari suami dan keluarga saya. Saya berangkat dari rumah sama anak dan suami saya. Suami dan anak saya meninggal, anak saya usia 3,5 tahun,” kata Evi.

“Waktu kejadian, suami saya gandeng anak saya, saat mau keluar, Pintu 13 ditahan, alasannya harus keluar satu-satu, sementara yang dari atas sudah ditembak gas air mata.”

“Ada yang meluk saya, perempuan, mungkin dikira saya saudaranya, saya diajaknya ke atas tribune, saya terpisah dari suami dan anak saya. Sangat banyak orang berdesak-desakan.”

Saksi hidup lainnya, dalam wawancara bersama Kompas TV, Rifqi Aziz Azhari, satu Aremania yang berada di tribune VIP Stadion Kanjuruhan bercerita betapa asap dari gas air mata terasa di seluruh penjuru stadion.

“Enggak langsung sesak napas, berapa menit setelah tembakan asapnya terbawa angin, harus tutup hidung. Posisi penembak itu di Tribune 14, asapnya terbawa sampai VIP,” kata Rifqi.

“Orang-orang berhamburan ke VIP karena ada pintu yang dekat dengan ruangan medis, jadi semua larinya ke akses VIP. Ada yang kejang-kejang, ada yang mukanya biru. Yang saya lihat lima korban, satu polisi, sudah meninggal,” katanya lagi.

Halaman : 1 2

Baca Juga :

Berani Komen Itu Baik
To Top