Sementara sang suami yang cuma pekerja serabutan, baru dalam hitungan hari sebelum kejadian berangkat untuk mengadu nasib ke Batam. “Dia katanya mencari kerja disana, terakhir dia mengabari baru tiga hari bekerja saat kejadian itu.”kata Lusi.
Kini perempuan yang biasanya periang itu hidup dari uluran tangan dan donasi orang yang bersimpati dengan keadaanya sekarang. Tak ada yang bisa diperbuatnya, dan tak mungkin pula menggantungkan hidup pada ibunya yang sudah tua dan hanya sebagai buruh tani.
Belum lagi dia harus memikirkan bagaimana kelanjutan pendidikan dua anaknya yang sudah bersekolah. Semua peralatan sekolah, pakaian, buku dan lain-lainya sudah tersapu oleh galodo.
Lusi, dalam nestapanya memang hanya salah satu korban dari bencana besar yang melanda Tanah Datar. Seperti banyak korban-korban lain di tempat lain, semuanya membutuhkan bantuan dan uluran tangan kepedulian dalam ketidakberdayaan mereka.
Semoga pintu hati kita terketuk melihat kondisi Lusi dan para korban lainnya.
Tetap tegar Lusi, kamu tidak sendirian. (Rizal Marajo)