Ramadan

Membangunkan Sahur Mesti Santun

Dibaca : 296

Jakarta, Prokabar — Membangunkan sahur masyarakat merupakan salah satu tradisi yang tak bisa dilepaskan dari bulan suci Ramadan.

Namun, membangunkan sahur haruslah disampaikan dengan cara-cara yang santun, baik, dan sopan, agar keutamaan dan keberkahan tetap terjaga.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais Binsyar) Kementerian Agama Moh. Agus Salim dilansir dari laman Kemenag, Sabtu (24/4).

“Membangunkan sahur itu adalah perbuatan baik, tapi juga perlu dilakukan dengan cara yang santun dan baik untuk menambah kualitas kebaikan itu sendiri,” ujarnya.

Ia menambahkan, saat membangunkan sahur perlu juga memperhatikan hak kepentingan pribadi orang lain.

“Jangan sampai mengganggu hak-hak orang lain. Misalnya orang yang sedang sakit, punya bayi atau anak kecil, atau pun warga non muslim.” ungkapnya.

Menurutnya, ini sejalan dengan semangat moderasi beragama yang dalam beberapa tahun terakhir didengungkan Kemenag.

“Bahkan dalam diskursus moderasi agama tentu saja tidak hanya milik tradisi Islam, tapi juga untuk agama lainnya, ” tutur Agus.

“Dengan kemajemukan dan multikultur masyarakat Indonesia, maka pentingnya implementasi moderasi beragama di tengah kemajemukan masyarakat untuk merawat harmoni antar agama dan tradisi kebudayaan masyarakat setempat,” imbuhnya.

Sementara itu, Pelaksana Subdirektorat Kemasjidan Fakhry Affan mengungkapkan, sejak tahun 1978 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama telah mengeluarkan tuntunan penggunaan pengeras suara.

Intruksi tersebut tertuang dalam KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Musalla.

“Takmir masjid juga harus tegas mengatur penggunaan alat pengeras suara atau Toa masjid, misalnya untuk membangunkan sahur pada pukul 02.30 – 03.00 dan 03.30, durasi penggunaannya cukup satu menit, dengan suara yang baik dan cara yang baik,” ujarnya

Menurut Fakhry, disinilah pentingnya mengimplementasikan nilai-nilai Islam rahmatanlil alamin di tengah kompleksitas kehidupan keagamaan baik masyarakat perdesaan maupun perkotaan, sebagai jalan moderat yang diejawantahkan dalam Pancasila sebagai nilai-nilai moral publik. (*)

 


Baca Juga :

Berani Komen Itu Baik
To Top