Nasional

Komisi Penyiaran Keluarkan Edaran Terkait Peliputan Bencana Di Sulteng

Dibaca : 524

Jakarta, Prokabar — Peristiwa gempa dan tsunami di Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah, yang memakan banyak korban jiwa dan materi, membuat duka dan keprihatinan mendalam bagi semua pihak. 

Peristiwa ini disadari juga menimbulkan dampak psikologis berupa trauma terhadap orang-orang yang mengalaminya, baik orang dewasa maupun anak-anak. “Kejadian luar biasa seperti bencana di Sulteng sangat mudah bagi kita menemukan dokumentasinya.” ungkap Komisi Penyiaran Indonesia, Yuliandre Darwis dalam keterangan yang diterima Prokabar, Selasa (2/10).

Lebih lanjut ia menjelaskan, dokumentasi yang dibuat oleh masyarakat menjelang atau pada saat berlangsungnya suatu peristiwa bencana dapat diakses siapapun lewat kemajuan teknologi komunikasi. 

“Bahkan, rekaman tersebut umumnya disiarkan lembaga penyiaran demi menambah informasi kepada masyarakat. Sayangnya, sering kali tidak melalui proses verifikasi yang memadai.” sambungnya.

Ia mengatakan, dibutuhkan batasan-batasan tertentu agar lembaga penyiaran tidak menambah atau menimbulkan dampak negatif terhadap korban bencana maupun masyarakat.

“Terkait hal itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengeluarkan surat edaran yang meminta kepada seluruh lembaga penyiaran televisi untuk memperhatikan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran KPI Tahun 2012 terkait kewajiban dan batasan dalam menayangkan peliputan bencana atau musibah pada program siaran jurnalistik” ungkapnya.

Tujuan surat edaran ini agar lembaga penyiaran senantiasa mengingat dan berpedoman pada kaidah-kaidah penayangan liputan bencana di lembaga penyiaran. Pertimbang wajibnya adalah proses pemulihan korban, keluarga, dan masyarakat.

Menurut KPI, kata Andre selaras dengan surat edaran yang dikeluarkan, lembaga penyiaran dilarang menambah penderitaan atau trauma korban, keluarga, dan masyarakat, dengan cara memaksa, menekan, dan/atau mengintimidasi untuk diwawancarai dan/atau diambil gambarnya.

“Lembaga penyiaran juga dilarang menampilkan gambar dan atau suara saat-saat menjelang kematian. Mewawancarai anak di bawah umur sebagai narasumber peristiwa bencana tersebut. Menampilkan gambar korban atau mayat secara detail dengan close up dan atau menampilkan gambar luka berat, darah, atau potongan organ tubuh,” jelas Andre.

Halaman : 1 2

Baca Juga :

Berani Komen Itu Baik
To Top