Daerah

HI FISIP Unand bersama MARAPI Consulting Kupas Peran TNI dalam Menghadapi Terorisme

Dibaca : 375

Padang, Prokabar — Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Andalas bekerjasama dengan MARAPI Consulting & Advisory menyelenggarakan Webinar Nasional bertema “Pelibatan TNI Dalam Kontra Terorisme”. 

Kegiatan ini berlangsung pada Rabu (11/11), mulai pukul 14.00 WIB, secara daring melalui aplikasi zoom meeting, dan disebarkan melalui kanal YouTube HI Unand.

Hadir sebagai narasumber Gubernur Lemhannas RI, Letnan Jenderal TNI (Purn) Agus Widjojo, Kepala BNPT 2011-2014, Inspektur Jenderal (Purn) Drs. Ansyaad Mbai, Pengkaji Strategis dan Keamanan, Universitas Andalas, Zulkifli Harza, Ph.D dan Peneliti Setara Institute Ikhsan Yosarie, S.IP.

Mengawali kegiatan, Gubernur Lemhannas RI, Letnan Jenderal TNI (Purn) Agus Widjojo TNI memaparkan, Undang-undang Dasar 1945 juga sudah jelas mengatur peran TNI sebagai pelaksana utama fungsi pertahanan nasional. Namun, Agus mengakui hingga kini masih banyak pihak tak sepakat bagaimana mendefinisikan pertahanan nasional tersebut sehingga kadang definisinya kelewat luas.

Agus menilai upaya penanganan terorisme sudah cukup efektif dilakukan Polri. Namun, ia menyebut bisa saja jika TNI hendak dilibatkan dalam penanganan terorisme. Hanya saja, cara pandangnya harus bagaimana memasukkan TNI dalam upaya penegakan hukum, bukan sebaliknya membawa upaya penegakan hukum ke dalam TNI.

“Karena nanti akan rancu, akan muncul istilah-istilah yang sebetulnya khas operasi TNI yang tidak berlaku di dalam criminal justice system,” ujar dia.

Sementara itu Kepala BNPT 2011-2014, Inspektur Jenderal (Purn) Drs. Ansyaad Mbai menilai pelibatan TNI dalam penanganan terorisme menguntungkan secara politik dan sangat menentukan.

Menurutnya saat ini teroris yang ada di Indonesia melihat musuh mereka hanyalah kepolisian.

Padahal menurutnya hal tersebut keliru karena ketika para teroris tersebut melakukan aksinya yang mereka hadapi adalah negara. Dalam hal ini, kata Ansyaad, mereka juga berhadapan dengan TNI.

“Saya sendiri setuju militer itu perlu dilibatkan, karena secara politik, dari pengalaman saya, pelibatan militer itu ada untungnya. Sangat menentukan. Kenapa? Sampai saat ini para teroris di negara kita ini itu menganggap mereka hanya bermusuhan sama polisi. Ini keliru. Mereka harus tahu bahwa ketika mereka melakukan aksi mereka berhadapan dengan negara. Nah salah satu simbolnya di bidang keamanan itu ya polisi dan TNI,” kata Ansyaad.

Selaras dengan hal tersebut, Pengkaji Strategis dan Keamanan, Universitas Andalas, Zulkifli Harza, Ph.D memaparkan TNI sudah dilibatkan dan diamanahkan undang-undang, hanya saja keterlibatan mereka di beberapa kalangan seolah-olah hanya cadangan.

Sementara itu Peneliti Setara Institute Ikhsan Yosarie, memaparkan keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme seharusnya bersifat kasuistis, yaitu jika eskalasi terorisme berpotensi berada di luar kapasitas kepolisian. Jika hal itu terjadi, presiden, setelah berkonsultasi dengan dan mendapat persetujuan DPR, mengeluarkan keputusan politik atau peraturan presiden mengenai pelibatan TNI untuk membantu pemberantasan terorisme di daerah yang bersangkutan.

Persoalan eskalasi ancaman juga tak diatur dengan jelas dalam peraturan presiden itu. Peraturan tersebut justru hanya mengatur ihwal obyek aksi terorisme, seperti presiden dan wakil presiden beserta keluarga serta mantan presiden dan mantan wakil presiden beserta keluarganya. Bahkan peraturan itu membuka peluang untuk keterlibatan TNI secara lebih mudah karena obyeknya berkaitan dengan ideologi negara. Dalam hal ini, tentu kepolisian masih bisa menangani.

“saya berupaya menunjukkan bahwa penolakan pelibatan TNI tersebut tidak berangkat dari pemikiran subyektif, melainkan pemikiran yang obyektif, konstitusional, dan dalam upaya menjaga reformasi TNI. Keterlibatan TNI tentu perlu disesuaikan dan melengkapi prasyarat yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.” ungkapnya

Acara yang dipandu oleh Benny Junito (Direktur MARAPI) ini selanjutnya diisi dengan menjawab berbagai pertanyaan dari peserta, yang umumnya memperhatikan aspek hak asasi manusia dan demokrasi.  Acara diikuti oleh 100 peserta melalui zoom dan puluhan peserta melalui Facebook dan Youtube, berlangsung hingga pukul 16.30. (hdp)


Baca Juga :

Berani Komen Itu Baik
To Top